Para pemimpin pemberontak mengungkapkan, janji tersebut merupakan "awal yang baik." Dana awal tersebut akan disumbangkan berbagai negara yang tergabung dalam Group Kontak Libya, sementara aset negara Libya yang diblokir, diperkirakan berjumlah USD 60 miliar di Eropa dan Amerika Serikat, akan digunakan untuk membiayai para pemberontak selanjutnya.
Pemerintah Prancis dan Italia akan bergantian mengelola dana tersebut. Menteri Luar Negeri Perancis, Alain Juppe menyatakan, penyaluran dana akan berjalan "dalam beberapa minggu," tetapi pencairan aset Libya yang diblokir dapat "menimbulkan masalah hukum".
Menteri Luar Negeri Italia, Franco Frattini mengungkapkan, Roma dan Paris mendesak Uni Eropa "untuk mencari solusi", seraya menambahkan "Uang itu (aset yang diblokir) milik rakyat Libya."
Frattini mengungkapkan, dana bantuan sebesar USD 250 juta telah tersedia dalam bantuan kemanusiaan langsung. Angka tersebut jauh lebih kecil dari yang diminta pemberontak Libya, yaitu sebesar USD 3 miliar.
Namun, "ini adalah awal yang baik," ucap Mahmud Jibril, pemimpin Dewan Nasional Transisi (NTC) Libya, seusai pertemuan. Jibril menyatakan, dana sebesar USD 3 miliar dollar yang diminta pemberontak sebenarnya untuk "anggaran enam bulan."
Jibril juga mendesak agar aset Libya yang dibekukan di luar negeri dapat segera dicairkan. "Proses ini harus dipercepat karena akan membantu kami untuk mewujudkan visi pembangunan," tegasnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih Telah Berkunjung